Ads 468x60px

M-edukasi

Rabu, 19 Desember 2012

kebudayaan kita


 Sebuah persoalan dalam bidang budaya yang masih mendesak pemahaman kita ialah mengapa kebudayaan Indonesia sejak tahun 1980-an berada dalam keadaan kurang mengembirakan, ia semakin tergeser, tergusur, dan tersingkir dari pusat dan puncak perhatian dan kesibukan kita sehari-hari. Ini memang bukan persoalan baru, dan memang sudah ramai di perbincangkan pada awal 1980-an, tapi setiap ada yang mempertanyakan apa yang saat ini harus di perhatikan dalam sebuah kebudayaan Indonesia, saya cenderung menunjuk pada tidak lagi mementingkan kebudayaan sebagai problematika terpenting.
Musim temu budaya daerah sebagai penyangga budaya nasional bermunculan diberbagai kota seakan-akan budaya kita pada masa ini menghadapi kemunduran biarpun seorang pakar budaya masih penting. Seorang pakar budaya pada masa pra-Orde baru mungkin seperti seorang Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, atau Laksamana Soedomo. Pada tahun 1970-an orang sudah mengeluh tentang kebudayaan, tapi pada waktu itu masih ada hiruk-pikuk perdebatan dan persaingan yang tak banyak tersisa. Sejauh itu masih ada yang perlu di pertanyakan terhadap kesadaran akan wawasan Nusantara yang kadang masih diselimuti oleh chauvinis kedaerahan dan kebudayaan yang pada akhir-akhir ini akan kembali berona sejarah seperti ketika berkecamuknya masa renaisance dan aufklarung di benua barat tiga abad yang lalu. Apabila dengan kian terasanya arus globalisasi peradaban masyarakat industri maju, yang mengandalkan materialisme dan membawa wabah konsumerisme, pengusuran mau tak mau pasti terjadi. Banyak sendi budaya yang ditinggalkan.
Impor, Asing dan Modern
Diantara masalah itu, antara lain mengenai pemahaman kita tentang kebudayaan secara umum, khususnya kebudayaan Indonesia atau Nasional, kebudayaan -kebudayaan daerah dan asing peranan agama, ilmu pengetahuan budaya, bahkan, sampai pada masalah yang lebih kecil seperti, masalah minat baca dan sebagainya. Drs HM. Idham Samawi mengatakan, bahwa apa yang kita rasakan saat ini adalah sebuah kondisi di mana bangsa dan negara saat ini berada dalam suatu arus yang sangat besar yang membatasi (marjinalisasi). Kita dapat melihat secara langsung bagaimana petani terpuruk, buah lokal digusur oleh buah impor, kebudayaan kita tersingkir oleh kebudayaan asing, dalam kasus kebudayaan, kita melihat dengan jelas bagaimana anak-anak disihir oleh film-film asing ditengah ketidakmampuan kita melihat film bagi anak-anak kita. Dalam peta kehidupan masyarakat modern yang menjunjung tinggi budaya pragmatis, nilai- nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi keselarsan (harmoni), cenderung tersingkir. Sebab, nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Masalah merampingnya kebudayaan Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan seniman dan budayawan. Hal itu berarti bahwa sebenarnya kalangan seniman dan budayawan bukan bereaksi menghadapi realitas dan masalah yang timbul, melainkan mereka sekedar bereaksi menanggapi masalah dan realitas itu.
Pejabat pemerintah yang punya kompetisi dengan kesenian tradisional supaya citra negara terangkat dimata dunia dan pencaturan International, masih berdiri dengan perjanjian (konvensi) lama, negara dan pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis, karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Hal itu tidak membutuhkan perhatian dalam porsi yang besar, yang sama dengan sektor-sektor kehidupan lain tidakkah jatah untuk kebudayaan hanya 2,7 persen dari ranangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pada berita terakhir.
Kebudayaan masih dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan (turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian Indonesia di masa depan. Raudal Tanjung Banua mengatakan, bahwa tataran kebudayaan dengan kemungkinan nasionalisme kebudayaan tidak terlalu digali, bahkan cendrung dinibsikan. Akan tetapi dari proyek nasionalisme yang mengotamakan arus negara itu, bangsa-bangsa diringkus menjadi sekedar suku bangsa. Disusun sebuah ruang kebudayaan yang lebih lapang telah dihilangkan, demi kemauan politis. Perlu di pahami kita memperbincangkan tergusurnya kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. itu tidak membicarakan budaya secara detail.bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan karena perbincangan tentang tergusurnya peran sosial budaya sering di pahami secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan- akan gejala ini saya kira merupakan kesalahan pihak budayawan.
Kesalah pahaman seperti itu, merupakan akibat dominasi tradisi romantisme yang terlalu menekankan aspek individual budayawan dan nilainya. Mengabaikan kebudayaan sebagai pranata sosial. menyebut nasib pranata kebudayaan dianggap sebagai serangan pribadi terhadap para budayawan. Akibatnya, budayawan yang berwawasan sempit menyangkal terjadinya gejala pengerdilan dan penggusuran kebudayaan dalam pembangunan. Karena merasa di serang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan.
Model hubungan inilah, kita menampilkan cara-cara pemahaman yang baru sebagai paradigama postrukturalisme, dengan melibatkan sebagai disiplin yang lain, yang kemudian melahirkan pemahaman kebudayaan-kebudayaan yang bernuansa Islami dan berpegang teguh pada agama itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang dinamis sebagai akibat hubungan antara agama dan kebudayaan. Penelitian dan studi kultural perlu ditekankan untuk dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengungkapkan latar belakang sosial khususnya yang ada di Indonesia, sehingga agama dan kebudayaan benar-benar memiliki arti bagi masyarakat luas.



Cerita Uji Kompetensi Guru

Uji Kompetensi Guru (UKG) adalah  kebijakan Kemendikbud dalam rangka pemetaaan penguasaan kompetensi guru (kompetensi pedagogik dan profesional) yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan profesi guru  dan sebagai entry point  serta alat kontrol penilaian kinerja guru.
Uji Kompetensi Guru (UKG) dilaksanakan secara bertahap dan wajib diikuti oleh semua guru dalam jabatan,  baik guru PNS maupun bukan PNS, termasuk pengawas sekolah. Walaupun dalam pelaksanaan tugas, seorang pengawas sekolah sesungguhnya sangat berbeda dengan guru, tetapi karena secara yuridis formal pengawas sekolah dikategorikan sebagai jabatan guru, maka mau tidak mau pengawas sekolah pun diwajibkan untuk mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG) dan Uji Kompetensi Kepengawasan.
Kewajiban mengikuti Uji Kompetensi Guru, bagi saya terus terang menjadi beban mental tersendiri, mengingat sudah hampir lebih dari 10 tahun saya tidak lagi melaksanakan tugas-tugas pelayanan Bimbingan dan Konseling sebagai bidang keahlian saya. Di sisi lain, meski hasil UKG ini hanya untuk kepentingan pemetaan, tetapi secara langsung ataupun tidak langsung hasilnya akan disandingkan dan dibandingkan dengan teman-teman Guru BK/Konselor, yang notabene sebagai mitra binaan saya.
Merujuk pada penugasan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuningan, saya diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi Guru Tahap III, pada hari Senin, 06 November 2012,  bertempat di SMA Negeri 1 Kuningan, bersama beberapa teman pengawas sekolah dan para guru lainnya dari berbagai jenjang dan keahlian. Sesuai dengan jadwal  yang telah ditentukan, saya pun datang ke Tempat Uji Kompetensi.  Sebelum ujian dimulai, saya sempat berkomunikasi dengan petugas operator komputer setempat dan pengawas ruangan dari LPMP, terkait dengan adanya informasi bahwa  saya akan diuji dalam kapasitas sebagai Pengawas Mata Pelajaran Matematika. Saya katakan kepada beliau, jika benar nanti dalam layar monitor yang muncul adalah soal-soal matematika, maka dengan segala hormat, saya akan mengundurkan diri. Petugas pun tampaknya sangat maklum atas sikap saya tersebut.
Singkat cerita, waktu pengujian pun tiba dan petugas mempersilahkan peserta untuk LOGIN ke aplikasi pengujian yang sudah disiapkan. Selanjutnya, saya mengisi form registrasi dengan memasukkan data yang sesuai dengan keadaan saya, tetapi anehnya setelah di akhir pengisian registrasi, muncul konfirmasi bahwa keahlian saya tidak sesuai, sehingga tidak bisa masuk ke tahap berikutnya, yaitu pengisian soal-soal. Saya berusaha memeriksa ulang dan memastikan kebenaran pengisian registrasi, namun hasilnya tetap muncul penolakan dari sistem. Akhirnya, saya pun meminta bantuan petugas untuk mengatasi kesulitan saya dalam proses registrasi ini. Setelah petugas operator mengotak-atik form registrasi dengan mengisi data yang justru tidak sesuai dengan keadaan diri saya, akhirnya soal ujian pun muncul di layar monitor, yang sesuai dengan keahlian saya, yakni BIMBINGAN DAN KONSELING.
Sepintas saya mengamati tampilan menu yang tersedia dalam aplikasi, dan tampak tidak ada yang harus dirisaukan. Selanjutnya, saya berusaha menjawab satu per satu soal-soal yang disediakan secara berurutan, sambil menandai soal-soal yang  dianggap  masih membingungkan, dalam kertas yang telah saya sediakan, dengan harapan dapat di-reviewsetelah selesai mengerjakan seluruh soal. Perlu Anda ketahui, opsi jawaban yang disediakan memang memiliki daya pengecoh (distractor) yang lumayan tinggi, jika tidak cermat membaca soal dan membandingkan pilihan jawaban, sangat mungkin kita akan terkecoh dan keliru  dalam memilih opsi jawaban. Boleh jadi, distractor inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab jatuhnya hasil UKG tahap I, bulan Juli 2012 lalu, yang hanya memperoleh rata-rata nasional sebesar 43,66.
Waktu terus bergulir, hingga separuh dari waktu yang disediakan (sekitar 1 jam lebih), saya sudah tiba di nomor soal terakhir (jumlah soal 100). Selanjutnya, dengan menggunakan navigasi backspace, saya berusaha memeriksa kembali satu per satu jawaban yang telah saya pilih, terutama untuk mengejar nomor-nomor soal yang telah ditandai sebelumnya. Di antara soal-soal yang sulit itu, saya  sudah menemukan titik terang, karena dalam perjalanan menuju soal terakhir saya dapat menemukan jawaban pembanding pada soal lain yang bisa memberikan kepastian kepada saya untuk memilih jawaban yang lebih tepat.
Namun sungguh sangat menyesal, baru saja beberapa soal yang ditelaah, tiba-tiba terjadi “autosave” yang cukup lama kemudian muncul konfirmasi “autosave fail”. Yang lebih mengejutkan dan membuat saya panik, ketika melihat tampilan di layar monitor kembali ke posisi LOGIN.
Meski saya sudah cukup terbiasa berhadapan dengan komputer, tetapi saya tidak memahami secara keseluruhan tentang karakteristik dan cara kerja sistem aplikasi ujian online ini. Untuk kedua kalinya, saya harus meminta bantuan petugas operator untuk mengatasi  kejadian error ini. Menurut dia, katanya telah terjadi PUTUS KONEKSI dengan server, dan data hasil ujian saya pun belum teerekam di server lokal.
Selanjutnya, sang petugas operator pun mempersilahkan saya untuk pindah tempat duduk dan membantu saya untuk melakukan login ulang.  Setelah berhasil login ulang, sambil menatap ke layar monitor sejenak saya terdiam dan merenung. Dalam batin saya terjadi konflik yang hebat antara melanjutkan kembali untuk mengisi soal-soal yang sudah menemukan titik terang (waktu masih tersedia sekitar 40 menitan) ataukah saya harus mengakhiri ujian dengan meng-klik menu  ikon  “tangan” yang ada dalam toolbar. Atas saran teman saya dan dengan pertimbangan tidak ingin mengambil resiko PUTUS KONEKSI lagi, yang dapat berujung tidak tersimpannya data hasil ujian saya, maka akhirnya dengan berat hati saya memutuskan untuk mengakhiri proses pengerjaan soal dengan meng-klik ikon “tangan”, kemudian muncullah hasil ujian saya, seperti tampak dalam tautan ini : Hasil Uji Kompetensi Guru
Dengan hasil seperti ini, dalam hati saya sempat bergumam dan beranda-andai:” Andaikan saya lebih prepare…  Andaikan saya cukup tenang ketika menghadapi PUTUS KONEKSI… Andaikan saya lebih cermat …… dan aneka andai lainnya”. Tapi sudahlah… apa pun hasilnya saya harus tetap bersyukur dan semua ini menunjukkan bahwa saya harus belajar dan belajar lagi.
==========
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2012/11/19/uji-kompetensi-guru/#more-23371

Sertifikasi dan tugas mengajar




Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. dengan adanya sertifikasi diharapkan guru tersebut menjadi profesional selain itu jg harus menambah jam mengajarnya. Misalkan yang biasanya kurang dari 24 jam perminggu maka dengan adanya sertifikasi jam mengajarnya ditambah menjadi 24 jam atau lebih. Guru yang bersertifikasi harus dapat melalui tahapan tahapan yang akan ditempuh atau syarat-syarat yang harus dipenuhi. Sertifikasi guru membuat para guru yang ada di negeri ini semakin sejahtera. mudah-mudahan dengan sejahtera yang mereka dapatkan pendidikan di Indonesia ini menjadi lebih maju sehingga SDA yang berlimpah dapat dikelola dengan sendiri oleh anak-anak negeri tercinta ini atau penerus generasi bangsa bukan lagi dari pihak pihak asing

Dengan disahkannya UU Nomor 20 tahun 2003 tentang guru dan dosen memunculkan harapan baru bagi kaum guru yang selalu berkubang dalam stigma gaji kecil dan pendapatan minim. Lagu Oemar Bakri karya Iwan Fals mungkin sudah menjadi cambuk bagi penguasa untuk merubah nasib para guru yang – meniru lirik Iwan Fals- “makan hati”
Dampak positifnya terasa nyata, para guru yang dulu memiliki stigma seolah-olah kurang gaul, kini makin eksis di dunia pendidikan, para guru makin aktif baik mengajar di kelas maupun kegiatan di luar kelas.Dimana ada dampak positif pasti ada dampak negatif. Kenyataan yang terjadi di lapangan banyak sekali terjadi seorang guru yang hebat sehingga sudah menjadi guru inti, guru trainer dan instruktur dalam workshop dan sebagainya, malah kemudian lupa tugas utamanya sebagai guru, yaitu melaksanakan pembelajaran di kelas dan menerapkan metode-metode pembelajaran yang dia pelajari di kelas.
Banyak terdapat guru yang hebat dalam teori dan metode-metode pembelajaran, tapi ketika kembali ke sekolah tempat dia mengajar dan ketika mengajar di depan kelas, malah kembali ke sistem konvensional.
Hal inilah yang menjadi dilema dalam sertifikasi guru, jangan sampai demi mengejar status guru profesional – dan tentunya tambahan penghasilan – seorang guru malah lupa kepada khitahnya sebagai seorang pendidik yang berkecimpung dengan peserta didik dan mengasuh peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya.

Senin, 17 Desember 2012

Lagu-lagu untuk pendidikan



Lirik Lagu Bangun Pemudi Pemuda
Karangan/Ciptaan : A. Simanjuntak

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri